
Jadwal Puasa Tarwiyah dan Arafah Jelang Hari Raya Iduladha — 6 bulan yang lalu
Umat islam di seluruh dunia sebentar lagi akan merayakan Hari Raya Iduladha 1444 H. Ada sejumlah amalan bisa dilakukan sebelum Hari Raya Haji tersebut. Iduladha jatuh pada tanggal 10 bulan Zulhijah atau 70 hari setelah IdulfItri.
Nah saat menjelang Iduladha ada puasa sunnah yang kerap dilakukan oleh umat muslim.
Puasa yang dimaksud adalah puasa tarwiyah dan arafah.
1. Puasa Tarwiyah
Puasa Tarwiyah merupakan puasa yang disunnahkan sebelum Iduladha, tepatnya pada tanggal 8 Dzulhijjah atau dua hari jelang Iduladha.
Seperti puasa lainnya, Puasa Tarwiyah juga wajib diawali dengan niat.
Berikut niat Puasa Tarwiyah:
Nawaitu shauma al tarwiyata sunnatan lillahi ta’ala
Artinya: "Saya niat ber puasa sunnah tarwiyah karena Allah ta’ala."
Puasa ini bersifat sunah dan dilakukan menjelang Iduladha, tepatnya hari ke delapan pada Dzulhijjah.
Puasa ini dianjurkan untuk dilaksanakan bagi umat muslim, selain karena keutamaannya.
Puasa ini memiliki sejarah yang cukup sakral, yakni tentang definisi Tarwiyah atau proses berpikir Nabi Ibrahim AS saat menerima mimpi pada malam 8 Dzulhijjah.
Dalam mimpi itu, Nabi Ibrahim AS diperintahkan Allah SWT untuk mengurbankan anaknya, yaitu Nabi Ismail AS.
Sejak malam itu, Nabi Ibrahim berpikir hingga kemudian tetap diberi mimpi sama pada 9 Dzulhijjah, yakni perintah menyembelih putranya.
Hingga kemudian, pada 10 Dzulhijjah barulah perintah itu diwujudkan dengan menggantinya dengan seekor domba.
Dengan mengerjakan puasa Tarwiyah umat Islam dimotivasi dengan keutamaan yang berupa dihapusnya dosa selama satu tahun.
Namun, hadits riwayat Abus Syekh Al-Ishfahani dan Ibnun Najar itu dinilai bermasalah oleh sebagian ahli hadis.
Namun begitu, anjuran untuk ber puasa pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah dapat ditemukan dari dalil umum, seperti hadis riwayat Ibnu ‘Abbas RA dalam Sunan At-Tirmidzi:
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tiada ada hari lain yang disukai Allah SWT untuk diisi dengan ibadah sebagaimana (kesukaan-Nya pada) sepuluh hari ini,’” (HR At-Tirmidzi).
2. Puasa Arafah
Setelah Puasa Tarwiyah, umat Islam juga dianjurkan mengerjakan Puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah.
Puasa Arafah merupakan puasa yang dianjurkan sebum menyambut Idul Adha, pada 9 Dzulhijjah.
Berikut niat Puasa Arafah:
Nawaitu shauma ghadin ‘an ada’i sunnati Arafah lillahi ta‘ala.
Artinya: “Aku ber niat puasa sunnah Arafah esok hari karena Allah SWT."
Puasa Arafah adalah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah di saat para jamaah haji sedang melaksanakan wukuf di Padang Arafah.
"(dengan) ber puasa pada hari Arafah aku mengharap Allah dapat menghapus dosa-dosa pada tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang" (HR. Muslim)
Hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah bahwa Rasulullah bersabda:
"Tidak ada hari di dalam setahun yang lebih aku sukai untuk ber puasa pada hari itu, daripada puasa hari Arafah (hadits Hasan yang diriwayatkan Thabari di dalam Tahdzib Al-Atsar)".
Puasa ini sangat dianjurkan bagi umat muslim yang tidak pergi haji, sebagaimana terdapat dalam riwayat dari Rasulullah tentang puasa Arafah:
“Dari Abu Qatadah Al-Anshariy (ia berkata),” Sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah di tanya tentang (keutamaan) puasa pada hari Arafah?” Maka dia menjawab, “ Menghapuskan (kesalahan) tahun yang lalu dan yang sesudahnya.” (HR. Muslim no.1162 dalam hadits yang panjang).
Gandengan puasa Arafah adalah Puasa Tarwiyah, 8 Dzulhijjah. Puasa Tarwiyah termasuk anjuran nabi.
Karena sebenarnya umat Islam dianjurkan melaksanakan ibadah puasa sunah mulai tanggal 1 hingga 9 Dzulhijjah.
Namun Menurut Ustadz Abdul Somad, antara tanggal 1 - 9 Dzulhijjah itu yang paling afdol adalah tanggal 9 Dzulhijjah.
Anjuran puasa tanggal 1 - 9 Dzulhijjah, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Tidak ada amal yang dilakukan pada hari-hari lain yang lebih baik daripada yang dilakukan pada sepuluh hari ini para sahabat bertanya, "tidak pula jihad?", beliau menjawab "tidak pula jihad, kecuali seorang laki-laki yang keluar dengan jiwa dan hartanya kemudian ia kembali dengan tidak membawa apapun. (HR. Bukhari)